BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang
muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran teologi
dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak
timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah.
Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah
sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu
Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta
keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam
Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara
Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka
mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan
pada seorang Imam merupakan tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping
paham mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.
Syiah dalam hal ini menyeleweng dari ajaran agama islam yang murni.
Dan hal ini terus berkembang hingga saat ini, padahal hal itu perlu dikoreksi
karena syiah sendiri memilki beberapa kelompok, yang tidak semua kelompok itu
menyeleweng dari ajaran islam. Menurut al-Baghdadi pengarang kitab al-farqu
baina al-firaq, mengatakan bahwa secara umum mereka terbagi menjadi empat
kelompok dan masing-masing dari keempat kelompok tersebut terbagi pula menjadi
beberapa kelompok kecil, yaitu Ghulat, Ismailiyah dan
cabang-cabangnya, Zaidiyah, dan Istna ‘Asyariyah.
1.2. Rumusan Masalah
Mengkaji latar belakang diatas dapat
diambil beberapa permasalahan sebagai kajian dari pembuatan paper ini yakni
diantaranya :
1.
Mengetahui pengertian dan latar belakang kemunculan Syi’ah
2. Mengetahui
pokok-pokok dasar ajaran Syi’ah
3. Mengetahui macam-macam Syi’ah :
A. Syi’ah Istina’ Asyariyah
B. Syi’ah Sab’iyah
C. Syi’ah Zaidyah
D. Syi’ah Ghulat
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah
ini adalah agar kita semua dapat mengetahui dan mempelajari apa arti dan
bagaimana proses kemunculan aliran Syi’ah dalam perjalanan sejarah islam. Juga agar kita semua dapat
mengetahui macam-macam Syi’ah yang terdapat pada aliaran Syi’ah ini, sehingga
atas apa yang telah kita pelajari ini tentang Syi’ah kita dapat mengambil
pelajaran yang baik yang terkandung dalam di dalamnya.
1.4. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari
makalah ini adalah :
1.
Kita semua dapat mengetahui latar belakang kemunculan Syi’ah
2.
Membuat kita
mengetahui pokok-pokok dasar ajaran Syi’ah
3.
Membuat kita
mengetahui macam-macam Syi’ah :
A. Syi’ah Istina’ Asyariyah
B. Syi’ah Sab’iyah
C. Syi’ah Zaidyah
D. Syi’ah Ghulat
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Syi’ah
Menurut bahasa Syi’ah
berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan
secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam spiritual dan
keagamaanya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW, atau orang
yang disebut sebagai ahl al-bait. Syi’ah juga dapat diartikan, kelompok
masyarakat yang menjadi pendukung Ali ibn Abi Thalib, yang mana beliau dianggap
sebagai imam dan khalifah oleh mereka yang ditetapkan melalui Nash dan wasiat
dari Rasulullah. [1]
Thabathbai mengatakan
bahwa istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah
Ali). Menurut bahasa Arab Syi’ah Ali bermakna “pengikut Ali”, sedangkan
menurut istilah Syi’ah Ali adalah kaum yang beri’tiqat bahwa saidina Ali Kw
adalah orang yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi.
Untuk merumuskan pengertian Syi’ah secara sempurna memang sangat sulit,
karena Syi’ah telah melalui proses sejarah yang panjang dengan segala peristiwa
yang ikut mempengaruhi ajarannya. Namun al-Syahrastani mendefinisikan Syi’ah
sebagai istilah khusus yang dipakai untuk pendukung atau pengikut Ali Bin Abi
Thalib yang berpendirian bahwa pengangkatan Ali sebagai imam atau khalifah
berdasarkan kepada nash dan wasiat, serta mereka berkeyakinan bahwa keimaman
tersebut tidak terlepas dan terus berlanjut pada keturunan-keturunannya.
Secara historis, akar aliran Syi’ah terbentuk segera setelah kematian
Nabi Muhammad, yakni ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama pada
pertemuan tsaqifah yang diselenggarakan di Dar al-Nadwa, di Madinah. Pemilihan
tersebut dilaksanakan secara tergesa-gesa sebagai wujud persaingan antara
kelompok Anshar dan Muhajirin yang sempat mengancam perpecahan Islam. Dalam
pertemuan itu Ali tidak hadir karena sibuk mengurus jenazah Nabi. Pada waktu
itu usia Ali 30 tahun, di mana bangsa Arab menjadikan usia sebagai syarat
penting kecakapan dalam kepemimpinan, meskipun secara historis terdapat
sejumlah pengecualian akan hal tersebut. Tetapi pengikut Ali, pada saat itu, merasa
bahwa klaim mereka telah direbut secara tidak adil.
Selanjutnya Umar
ditunjuk oleh Abu Bakar sebagai penggantinya, menjadi khalifah kedua yang
kemudian dilanjutkan oleh Usman. Setelah Usman terbunuh oleh pemberontak yang
mengatasnamakan diri mereka sebagai anti depotisme keluarga Umayah, Ali
kemudian diangkat menjadi khalifah keempat pada tahun 35H/656M.
Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa peristiwa pembunuhan khalifah ke-3
Usman Bin Affan, telah melahirkan rentetan sejarah yang sangat panjang dan membawa
dampak pada khalifah setelahnya, Ali bin Abi Thalib. Di antaranya adalah
penolakan Muawiyah, gubernur Damaskus atas Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib,
dengan alasan bahwa Ali tidak melakukan pengusutan terhadap pembunuhan Usman.
Ketegangan antara Ali dan Muawiyah ini berbuntut dengan terjadinya perang
Siffin yang berakhir dengan peristiwa arbitrase (tahkim), yang dianggap sebagai
titik temu penyelesaian persengketaan yang terjadi antara khalifah (Ali Bin Abi
Thalib) dengan Muawiyah.
Namun peristiwa itu justru melahirkan berbagai reaksi dan aksi, seiring
dengan tidak bisanya menyatukan pemikiran dan pendapat dari masing-masing
kelompok. Pada akhirnya membuat umat menjadi bagian-bagian (firqah-firqah).
Sejarah mencatat, bermula dari perpecahan politik ini, pada kelanjutannya
melahirkan aliran-aliran teologi dalam Islam.
Aliran yang paling terkenal dengan peristiwa ini adalah Khawarij yang
muncul sebagai pasukan yang keluar dari barisan Ali atau memisahkan diri
sebagai bentuk protes terhadap keputusan Ali dan pada saat yang bersamaan juga
muncul satu golongan yang tetap setia mendukung Ali bin Abi Thalib, yang pada
berikutnya terkenal dengan nama Syi’ah, yang dalam perekembangnya hadir sebagai
sebuah aliran yang memiliki konsep dan ajaran tersendiri.
Syi’ah memiliki main-stream berupa kecintaan kepada Ali dan Ahlul Bait.
Main-stream itu kemudian berkembang setahap demi setahap, dan pada akhirnya
menjadikan Syi’ah sebagai sebuah mazhab atau aliran yang memiliki ajaran-ajaran
tersendiri dalam bidang politik, teologi, fiqih, dan bidang lainnya.
Teologi Syi’ah mengandung prinsip ajaran yang dikenal dengan lima
rukun, yaitu prinsip tauhid (Keesaan Tuhan), nubuwwat (kenabian), maad
(kebangkitan jiwa dan tubuh pada hari kiamat), imamah serta prinsip a-‘adl.
Imamah merupakan esensi ajaran Syi’ah. Sehingga kita bisa temukan ajaran-ajaran
Syi’ah di bidang politik dan teologi pada umumnya berkisar pada persoalan
imamah dan iman serta hubungan yang erat antara keduanya.
Dalam perkembangannya, Syi’ah dapat diterima oleh banyak kalangan namun
dengan banyak perbedaan dan perpecahan yang melahirkan sekte yang tidak sedikit
dalam Syi’ah itu sendiri. Tetapi sekalipun Syi’ah terpecah kepada beragam
sekte, namun mereka mempunyai keyakinan yang sama pada umumnya, yang merupakan
ciri Syi’ah secara menyeluruh.
2.3 Pokok-pokok Pikiran Syi’ah
Kaum Syi’ah memiliki 5 pokok pikiran utama yang
harus dianut oleh para pengikutnya diantaranya yaitu at tauhid, al ‘adl, an
nubuwah, al imamah dan al ma’ad.
1.
At tauhid
Kaun Syi’ah juga meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, tempat bergantung semua
makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak serupa dengan
makhluk yang ada di bumi ini. Namun, menurut mereka Allah memiliki 2 sifat
yaitu al-tsubutiyah yang merupakan sifat yang harus dan tetap ada pada Allah
SWT. Sifat ini mencakup ‘alim (mengetahui), qadir (berkuasa), hayy (hidup),
murid (berkehendak), mudrik (cerdik, berakal), qadim azaliy baq (tidak
berpemulaan, azali dan kekal), mutakallim (berkata-kata) dan shaddiq (benar).
Sedangkan sifat kedua yang dimiliki oleh Allah SWT yaitu al-salbiyah yang
merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada Allah SWT. Sifat ini meliputi
antara tersusun dari beberapa bagian, berjisim, bisa dilihat, bertempat,
bersekutu, berhajat kepada sesuatu dan merupakan tambahan dari Dzat yang telah
dimilikiNya.
2.
Al ‘adl
Kaum Syi’ah memiliki keyakinan bahwa Allah memiliki sifat Maha Adil. Allah
tidak pernah melakukan perbuatan zalim ataupun perbuatan buruk yang lainnya.
Allah tidak melakukan sesuatu kecuali atas dasar kemaslahatan dan kebaikan umat
manusia. Menurut kaum Syi’ah semua perbuatan yang dilakukan Allah pasti ada
tujuan dan maksud tertentu yang akan dicapai, sehingga segala perbuatan yang
dilakukan Allah Swt adalah baik. Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa konsep keadilan Tuhan yaitu Tuhan selalu melakukan perbuatan yang baik
dan tidak melakukan apapun yang buruk.Tuhan juga tidak meninggalkan sesuatu
yang wajib dikerjakanNya.
3.
An nubuwwah
Kepercayaan kaum Syi’ah terhadap keberadaan Nabi juga tidak berbeda halnya
dengan kaum muslimin yang lain. Menurut mereka Allah mengutus nabi dan rasul
untuk membimbing umat manusia. Rasul-rasul itu memberikan kabar gembira bagi
mereka-mereka yang melakukan amal shaleh dan memberikan kabar siksa ataupun
ancaman bagi mereka-mereka yang durhaka dan mengingkari Allah SWT. Dalam hal
kenabian, Syi’ah berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul seluruhnya yaitu 124
orang, Nabi terakhir adalah nabi Muhammad SAW yang merupakan Nabi paling utama
dari seluruh Nabi yang ada, istri-istri Nabi adalah orang yang suci dari segala
keburukan, para Nabi terpelihara dari segala bentuk kesalahan baik sebelum
maupun sesudah diangkat menjadi Rasul, Al Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad
yang kekal, dan kalam Allah adalah hadis (baru), makhluk (diciptakan) hukian
qadim dikarenakan kalam Allah tersusun atas huruf-huruf dan suara-suara yang
dapat di dengar, sedangkan Allah berkata-kata tidak dengan huruf dan suara.
4.
Al imamah
Bagi kaun Syi’ah imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama sekaligus
dalam dunia.Ia merupakan pengganti Rasul dalam memelihara syari’at,
melaksanakan hudud (had atau hukuman terhadap pelanggar hukum Allah), dan
mewujudkan kebaikan serta ketentraman umat. Bagi kaum Syi’ah yang berhak
menjadi pemimpin umat hanyalah seorang imam dan menganggap pemimpin-pemimpin
selain imam adlah pemimpin yang ilegal dan tidak wajib ditaati. Karena itu
pemerintahan Islam sejak wafatnya Rasul (kecuali pemerintahan Ali Bin Abi
Thalib) adalah pemerintahan yang tidak sah. Di samping itu imam dianggap
ma’sum, terpelihara dari dosa sehingga iamam tidak berdosa serta perintah,
larangan tindakan maupun perbuatannya tidak boleh diganggu gugat ataupun
dikritik.
5. Al
Ma’ad
Secara harfiah al ma’dan yaitu tempat kembali, yang dimaksud disini adalah
akhirat. Kaum Syi’ah percaya sepenuhnya bahwahari akhirat itu pasti terjadi.
Menurut keyakinan mereka manusia kelak akan dibangkitkan, jasadnya secara
keseluruhannya akan dikembalikan ke asalnya baik daging, tulang maupun ruhnya.
Dan pada hari kiamat itu pula manusia harus memepertanggungjawabkan segala
perbuatan yang telah dilakukan selama hidup di dunia di hadapan Allah SWT. Pada
saaat itu juga Tuhan akan memberikan pahala bagi orang yang beramal shaleh dan
menyiksa orang-orang yang telah berbuat kemaksiatan.
2.4. Macam-macam Syi’ah
Kaum Syi’ah memiliki beberapa
macam Syi’ah seperti yang di sebutkan di atas tadi bahwasanya Syi’ah juga terbagi menjadi beberapa Syi’ah diantaranya :
A.
Syi’ah Istna’ Asyariah
Mayoritas Syi’ah adalah Syi’ah Imamiah Itsna ‘Asyariyah mazhab ini
memisahkan diri dari mayoritas muslimin setelah Rasulullah Saw meniggal dunia
dikarenakan dua faktor urgen yang tidak diindahkan oleh mayoritas muslimin kala
itu. Dua faktor urgen tersebut adalah imamah (kepemimpinan) dan kewajiban untuk
merujuk kepada Ahlul Bayt a.s. dalam segala bidang ilmu pengetahuan.
Mereka
meyakini bahwa Rasulullah Saw adalah penutup semua nabi dan para imam a.s.
tersebut --berdasarkan hadis-hadis mutawatir yang disabdakan olehnya--
berjumlah dua belas orang, tidak lebih dan tidak kurang.
Mereka
juga meyakini bahwa Al Quran mencakup semua hukum yang diperlukan oleh
kehidupan manusia dan hukum-hukum tersebut tidak akan pernah mengalami
perubahan dan renovasi. Bahkan hukum-hukum tersebut adalah kekal dan abadi
hingga hari kiamat.
Dari
sini dapat diketahui perbedaan mendasar antara Syi’ah Imamiah, Syi’ah Zaidiyah
dan Syi’ah Ismailiyah. Syi’ah Zaidiyah meyakini bahwa imamah bukanlah hak
prerogatif Ahlul Bayt a.s. dan para imam tidak berjumlah dua belas orang serta
mereka tidak mengikuti fiqih Ahlul Bayt a.s. Sementara, Syi’ah Ismailiyah
meyakini bahwa para imam berjumlah tujuh orang, Rasulullah SAWW bukanlah
penutup para nabi dan hukum-hukum syari’at bisa dirubah. Bahkan --menurut
keyakinan Bathiniyah-- kewajiban manusia sebagai makhluk Allah (taklif)
bisa dihapus total.
B.
Syi’ah Sab’iyah
C.
Syi’ah Zaidiyah
C.1.
Asal Usul
Zaidiyah adalah istilah yang dinisbahkan kepada Zaid ibnu Ali ibn
al-Husein ibn Ali ibn Abi Thalib. Zaid bin Ali Zainul Abidin adalah seorang
yang bertaqwa, alim, berani dan disegani masyarakat. Ia belajar ilmu agama dan
hadis-hadis Rasulullah Saw kepada saudaranya, Muhammad al-Baqir. Ia juga pernah
belajar kepada Wasil bin Atha, tokoh Mu’tazilah, sehingga ia banyak terpengaruh
dengan pikiran-pikiran Mu’tazilah yang akhirnya masuk ke dalam ajaran-ajaran
Zaidiyah. Sekte ini memiliki pemikiran yang dianggap lebih moderat dan
demokratis dibanding Syi’ah lainnya.
Setelah Ali Zainul
Abidin bin Husain (imam ke-4) wafat, terjadi perselisihan dalam tubuh Syi’ah
tentang siapa yang berhak menjadi imam ke-5. menyikapi perselisihan tersebut,
lalu muncullah dua sikap yang membuat Syi’ah Imamiyah terpecah kepada dua
cabang. Cabang pertama berpendapat bahwa yang dipilih menjadi Imam setelah Ali
Zainul Abidin bin Husain adalah Zaid bin Ali Zainul Abidin, golongan inilah
yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah Zaidiyah. Cabang kedua adalah mereka
yang berpandangan bahwa yang berhak menjadi imam ke-5 adalah Abu Bakar Muhammad
al-Baqir.
Adapun imam-imam
bagi Syi’ah Zaidiyah adalah Ali bin Abi Thalib (w. 40H), Hasan bin Ali bin Abi
Thalib (W. 50H), Husain bin Ali bin Abi Thalib (w. 61H), Ali Zainul Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib (w. 94 H), Zaid bin Ali Zainul Abidin, dan
dilanjutkan oleh Yahya, dan imam-iman yang mengikutinya.
Syi’ah Zaidiah
merupakan salah satu dari beberapa sekte Syia’ah dan terkenal paling moderat
dan dekat dengan mazhab sunni. Karena dalam masalah kekhalifahan, mereka
mengakui Abu Bakar, Umar dan Utsman r.a. dan tidak mengimani dogma ‘nash’ dan
‘washiat’ itu. Selain itu mereka juga mengambil mazhab Hambali untuk masalah
fikih mereka.Bahkan jabatan imam Zaidiah, pada suatu waktu, dipegang oleh orang
semacam Qasim ar Rassi, yang merupakan seorang keturunan Hasan. Sementara Zaid
bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali, imam pertama Zaidiah dan juga pendiri
sekte ini adalah keturunan Husain. Artinya, dalam masalah ini mereka boleh
dikatakan amat moderat. Bagi mereka, keimamahan (pemimpin negara) tidak
ditentukan oleh nash atau warisan, namun oleh adanya bai’at manusia. Dengan
begitu, mereka berbeda jauh dengan Itsna Asyariah. Sekte ini juga telah mampu
mendirikan negara dengan pimpinan imam. Atau bisa dinamakan dengan negara
Zaidiah. Pertama di wilayah Dailam, arah selatan lautan Khazar pada tahun 250
H, oleh Hasan bin Zaid. Yang kedua adalah di Yaman, didirikan oleh al Hadi ilal
Haqq Yahya bin Husein. Negara yang kedua ini berumur panjang, dan baru berakhir
pada tahun 1962 M, dengan digantikan oleh negara Republik Yaman dan kini banyak
kabar bahwa pengikut sekte ini berpindah ke manhaj Salafy.
Syi’ah Zaidiyah,
memiliki pandangan tersendiri tentang imamah dan ajaran lainnya.
Pandangan-pandangan yang dipegang oleh Zaidiyah banyak berbeda dengan
paham-paham sekte Syi’ah lainnya :
C.2. Ajaran-Ajaran Dasar
Syi’ah Ghulat
·
Wishayah Menurut
mereka imamah itu tidak melaui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada
imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan warisan). Hal ini, karena mereka
menilai bahwa nabi Muhammad tidak menunjuk Ali dengan menyebut namanya, tetapi
hanya dengan mendeskripsikannya. Dan Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi
tersebut, karena itulah mereka mengatakan Ali lebih berhak menjadi khalifah
daripada sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang mafdhul di samping
adanya imam yang afdhal, yaitu Ali. Berdasarkan konsep ini, mereka memandang
Abu Bakar, Umar bin khatab, dan Usman bin Affan adalah sah sebagai khalifah,
yang memenuhi syarat menjadi imam sepeninggal Nabi. sekalipun Ali lebih utama
(Afdhal) menurut mereka.
·
Imamah Dalam
pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah tidak cukup hanya dari keturunan fatimah
saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama, imam harus memunculkan dan
memproklamirkan dirinya, kedua ini harus mendapat al-bai’at (persetujuan) dari
ahl al-hal wa al-aqd. Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu tidak
boleh kanak-kanak, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus mempunyai kemampuan
dalam memimpin perang suci, mempertahankan masyarakat, dan seorang mujtahid.
Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari satu pada satu waktu, namun pada
tempat yang berbeda. Ketaatan kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan
pada Allah.
·
Ismah (Ma’sum) Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan
dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang biasa yang mungkin melakukan
kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang mensucikan empat orang dari
keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan dan Husain.
·
Raj’ah (kehadiran Imam) Syi’ah zaidiyah menolak ketidakahadiran Imam, karena ahlul hal wa
al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada di tengah
mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat utama. Oleh karena
itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di
akhir zaman nanti.
·
Iman dengan Qada dan Qadar Mereka mempercayai qada dan qadar, namun manusia juga mempunyai
kebebasan dan pilihan untuk taat atau durhaka kepada Allah.Seperti diungkapkan
sebelumnya bahwa Zaidiyah adalah kelompok yang moderat dalam tubuh Syi’ah.
Mereka sangat terpengaruh dengan filsafat Mu’tazilah, terutama pemikiran Wasil
bin ‘Atha yang terlihat jelas pada penempatan rasio pada tempat yang tinggi dan
memberi peran penting pada rasio untuk memperoleh dalil. Pengaruh Mu’tazilah
terlihat pada keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat dan al-Qur’an
itu makhluk serta mereka tidak menerima taqdir dengan begitu saja. Dalam
pelaksanaan hukum Islam, Zaidiyah tidak membenarkan perkawinan campuran dan
tidak memakan sembelihan orang yang bukan Islam, serta tidak mau shalat di
belakang orang yang tidak diketahui kesalehannya.
Seperti halnya
perpecahan yang umum terjadi dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi
dengan Syi’ah Zaidiyah, yang terpecah ke berbagai kelompok. Al-Syahrastani
dalam bukunya al-Milal wa al-Nihal menyebutkan tiga, yaitu : Jarudiyah,
Sulaimaniyah, dan Butriyah. Sementara Abu al-Hasan Isma’il al-As’ari dalam
bukunya Maqalat al-Islamiyah wa l-ikhtilaf al-Mushallin menyebutkan lima, yaitu
: Jarudiyah, Sulaimaniyah, Butriyah, Naimiyah, dan Yaqubiyah.[2]
D.
Syi’ah Ghulat
D.1.
Asal Usul
Selain dari golongan di atas, di dalam tubuh Syi’ah juga terdapat
golongan-golongan ekstrim dan dianggap telah keluar dari jalur Islam, yang
dalam bentuk ajarannya sering dikaitkan dengan Abdullah bin Saba’. Golongan
ekstrim inilah yang kemudian disebut dengan Syi’ah Ghulat (berasal dari kata
ghuluw yang berarti berlebih-lebihan). Sebagian dari golongan ini ada yang
menempatkan Ali dan imam-imam Syi’ah lainnya pada derajat ketuhanan, dan ada
yang mengangkatnya pada derajat kenabian, bahkan lebih tingi dari Muhammad. .
Banyak sekte yang
dipandang memiliki sikap ekstrim dalam aliran Syi’ah, yang bila ditinjau dari
sikap dan ajaran-ajarannya cenderung dikatakan menyesatkan. Sekte ini disebut
dengan Ghulat, yaitu golongan ekstrim di kalangan Syi’ah yang terlalu
berlebih-lebihan dalam menentukan hak imam. Untuk menentukan ekstrim tidaknya
sebuah sekte didalam tubuh Syi’ah, dapat mempergunakan empat ajaran yang
dianggap sebagai standar, yaitu :
D.2. Ajaran-Ajaran Dasar
Syi’ah Ghulat
·
Hulul Yaitu keyakinan bahwa Allah mengambil bentuk di dalam orang-orang
tertentu, seperti Ali. Atas dasar paham itu kemudian mereka meyakini bahwa Ali
harus disembah.
·
Tanasukh adalah keyakinan yang mengatakan
bahwa roh Nabi atau para imam mengambil tempat pada diri orang-orang tertentu.
·
Tasybih adalah menyamakan Tuhan
dengan makhluk secara fisik seperti mempunyai anggota tubuh (jasmani)
·
Al-Bada’ yaitu merubah apa saja yang
dikehendakinya sesuai dengan yang terjadi pada ilmunya. Paham ini dianggap
menggambarkan kelemahan Tuhan, sehingga ilmu dan ciptaannya selalu mengalami
perubahan.
Berdasarkan empat
standar ini, Syahrastani menetapkan ada 11 sub sekte Syi’ah Ghulat, yaitu
Saba’iyah, Kamaliyah, Ghalbaiyah, Mughiriah, Mansyuriah, Khatthobiyah,
Kayyaliyah, Hisyamiyah, Nu’maniyah, Yunisiyah, Nushairiyah dan Ishaqiyah.
Di samping
kelompok di atas, ada juga yang dinilai ekstrim dalam perbuatan, seperti
kelompok Qaramithah, Ghuraibiyyah, Druze, Matawilah dan Nuzairiyyah. Tindakan
mereka seperti membunuh perdana menteri Nizam al-Mulk, dan mencuri Hajar Aswad.
Namun pada intinya, semua Syi’ah Ghulat dengan ajaran-ajaranmya sangat
bertentangan dengan prinsip akidah dalam Islam, yang dalam sejarahnya merusak
citra dan kemurnian ajaran Islam.[3]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Secara
bahasa, Syi’ah berarti pengikut, golongan, sahabat dan penolong . Istilah
Syi’ah, selanjutnya berkembang dengan arti khusus, yaitu nama bagi sekelompok
orang yang menjadi partisan atau pengikut Ali bin Abi Thalib dan
keturunan-keturunannya.
Saran
Dengan kemampuan kita berfikir di
harapkan kepada semua pihak setelah membaca makalah ini dapat meningkatkan
kualitas pemahaman yang mendalam tentang arti Asbabun Nuzul. Sehingga dapat
menerapkan semua makna yang terkandung di setiap ayat yang ada di dalam Al-Qur’an karena semua itu dapat membuat kita
semua menjadi lebih menghargai, mencintai juga memaknai setiap ayat yang ada di
dalam Al-Qur’an sehingga ber imbas kebaikan kedalam kehidupan kita nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Terjemah DEPAG
Kh.
Qamaruddin Shaleh. Asbabunnuzul . Bandung. CV. Diponegoro. 1990
http://id.wikipedia.org/wiki/Asbabun-nuzul
2 komentar:
wah ane bru tw Syiah. tp kok di indonesia gk da ya aliran ini? komen back yaw
ada di indonesia tapi mereka tidak terlalu bagus karena rasul tidak menyatakan bahwa ali itu akan menjadi penerusnya
Posting Komentar