BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan
dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). [1]
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Mengkaji latar belakang diatas dapat
diambil beberapa permasalahan sebagai kajian dari pembuatan makalah ini yakni
diantaranya :
1.
Pengertian Aliran
Behavioristik
2.
Apa implikasi dari teori behavioristik
3.
Apa tujuan
pembelajaran teori behavioristik
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan atau
pembahasan makalah ini adalah, agar membuat kita semua mengetahui bagaimana
pengertian dari Behavioristik juga membuat kita semua paham apa implikasi dan
tujuan dari pembelajaran salah satu ilmu psikologi pendidikan yaitu
behavioristik. Sehingga kita semua dapat memahami juga dapat menerapkan ilmu
pesikolok ini.
1.4. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari
makalah ini adalah :
1.
Kita semua dapat mengetahui implikasi
pembelajaran dari teori behaviorisme
2.
Untuk
mengetahui penerapan dalam teori behaviorisme
3.
Untuk mengetahui tujuan
pembelajaran teori behaviorisme
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori
Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak
saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih
dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil
belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar
yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus). [2]
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan
reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah
hasil belajar.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran
seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Faktor lain yang
dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1. Reinforcement
and Punishment
2. Primary
and Secondary Reinforcement
3. Schedules
of Reinforcement
4. Contingency
Management
5. Stimulus
Control in Operant Learning
6. The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984). [3]
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme
1. Obyek
psikologi adalah tingkah laku
2. semua
bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
3. mementingkan
pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik
Untuk mempermudah mengenal teori
belajar behavioristik dapat dipergunakan ciri-cirinya yakni
1. Mementingkan pengaruh lingkungan
(environmentalistis)
2. Mementingkan bagian-bagian
(elentaristis)
3. Mementingkan peranan reaksi
(respon)
4. Mementingkan mekanisme
terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab
akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan
kebiasaan.
7. Ciri khusus dalam pemecahan
masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and error.
2.2. Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge)
ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang
harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena
itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada
diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur
rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2.3 Implikasi Teori Belajar
Behaviorisme
Kurikulum berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat
diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang
pendidikan usia dewasa. Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode
pembelajaran bagi anak yang belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi
bihavioristik cenderung mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan
manusia yang dilahirkan. Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem
pendidikan yang berpusat pada manusia baik sebagai subjek maupun objek
pendidikan yang netral etik dan melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai
fitrah manusia. Oleh karena itu behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
2.4 Tujuan Pembelajaran
Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang
menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari
dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum
secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi
buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil
belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut
jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan
tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
3.2 Saran
Kami menyadri bawasannya
penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt hingga dalam penulisan
dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi
diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun, pembaca, dan bagi semua
mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
http://zidandemak.blogspot.com/2011/12/teori-belajar-behavioristik.html
http://muhammad-win-afgani.blogspot.com/2008/06/teori-belajar-aliran-behavioristik.html
http://psikologi.or.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/behaviorisme\
1 komentar:
Izin share y !
Posting Komentar